Minyak Goreng : Di Dunia Nyata Hilang, Di Dunia Maya “Bertebaran”

Minyak Goreng : Di Dunia Nyata Hilang, Di Dunia Maya “Bertebaran”

Oleh : Suswadi Ali K, Pemred Koran Harian Radar Selatan

KELANGKAAN Minyak goreng membuat banyak warga Kabupaten Bengkulu Selatan (BS), khususnya kalangan ibu-ibu yang menjerit. Di toko habis, di warung kosong, bahkan pada usaha ritel kelas berat seperti Alfamart dan Indomaret pun tidak tersedia.

Lalu kemana larinya minyak goreng. Buka media sosial (Medsos) anda. Iya, bukan untuk memperbarui status setiap kali aplikasi Facebook bertanya "Apa yang anda Pikirkan?" Tapi untuk menjelajah sejenak, betapa banyaknya bertaburan di media-media dalam jaringan (baca: online).

Betapa banyaknya para pedagang berjualan minyak goreng sembari memposting foto minyak goreng berdus-dus. Tetapi kenapa beberapa waktu lalu, Tim Dinas Koperindag-UKM BS dan Kejari BS yang melakukan inspeksi tidak menemukan adanya persediaan minyak goreng ataupun indikasi penimbunan? Jawabannya karena tim mencari di gudang-gudang distributor.

Sementara para distributor jelas tidak menimbun. Mereka bertugas menyalurkan, ke toko-toko langganan mereka. Ke pedagang-pedagang yang menyetor uang.

Pedagang gorengan menjerit karena tidak dapat menggoreng. Tukang donat terpaksa hanya mengukus produknya karena ketiadaan minyak goreng tuk menyajikan makanan yang memiliki tekstur "enak" seperti promosinya.

Namun mirisnya, lagi-lagi silahkan buka akun medsos anda! Begitu banyak pedagang online yang menjual minyak goreng merek milik Wilmar Group itu.

"Maaf pak, satu orang hanya bisa dua liter minyak goreng," ungkap salah seorang pemilik toko besar yang menjual berbagai kebutuhan, termasuk minyak goreng. Lalu pertanyaannya, dari mana para pegiat Facebook mendapatkan pasokan minyak goreng yang hanya boleh beli 2 liter per orang tersebut? Bagaimana mereka mengatakan memiliki persediaan "cukup" untuk menentukan harga yang lebih tinggi dari harga pemerintah.

Jika pemerintah mengatakan Harga Eceran Tertinggi (HET), artinya harga tersebut tidak boleh lebih dari yang ditetapkan, Rp 14 ribu per liter. Tapi mereka yang berselancar di dunia sosial malah dapat menjual dengan harga hingga Rp 24 ribu per liter?

Kemana minyak goreng menghilang? Kemana pasokan para pedagang yang biasanya memiliki minyak goreng berbagai merek untuk dijual secara eceran maupun secara partai besar?

Pemerintah harus turun untuk memastikan minyak goreng yang sudah menjadi salah satu kebutuhan pokok masyarakat ini untuk dapat terpenuhi. Bukan hanya sekedar melakukan inspeksi ke gudang-gudang distributor. Tapi juga memastikan masyarakat mendapatkan kebutuhannya. Salah satunya mungkin dengan melakukan operasi pasar khusus minyak.

Contoh saja Pemkab Kaur yang sudah melakukan operasi pasar. Untuk mengurangi kerumunan pada antrean, panitia menyiapkan kupon untuk mengatur waktu dan jatah pengambilan minyak goreng.

Pertanyaan yang terus-menerus muncul, kebutuhan akan minyak goreng membuat banyak warga menjerit karena tidak bisa lagi menggoreng makanan kesukaannya. Tapi mereka lupa jika harga gas elpiji (LPG) naik tajam.

"Harga Contract Price Aramco (CPA) mencapai 775 dollar AS/metrik ton, naik sekitar 21 persen dari harga rata-rata CPA sepanjang tahun 2021," ujar Pjs. Corporate Secretary PT Pertamina Patra Niaga, SH C&T PT Pertamina (Persero) Irto Ginting, dikutip penulis dari KOMPAS.com, Minggu (27/2/2022).

Harga-harga produk lainnya juga mengalami kenaikan. Sebut saja harga pasta gigi dan sabun serta tepung dan masih banyak lagi produk yang mengalami kenaikan harga cukup signifikan. (**)

Sumber: