RASELNEWS.COM - Meski menjadi negara terkecil di Amerika Selatan, namun Suriname menjadi satu-satunya negara di luar Eropa yang menggunakan bahasa Belanda, dan juga satu-satunya negara di luar Indonesia yang memiliki bahasa Jawa sebagai bahasa kedua.
Negara ini memiliki pemandangan alam yang hijau, dan masyarakatnya senang dengan berbagai festival yang berasal dari tradisi kepercayaan yang beragam, termasuk Idul Fitri, yang menjadi simbol toleransi beragama.
BACA JUGA:Fakta Menarik Pulau Gili Iyang: Pulau Awet Muda yang Penduduknya Berumur Panjang, Ini Kata LAPAN
Tidak heran jika Suriname dianggap sebagai negara yang penuh toleransi dan beberapa bagian negara ini, seperti ibukota Paramaribo, bahkan termasuk dalam daftar warisan dunia UNESCO.
Suriname, yang berbatasan dengan Brasil, adalah negara yang wilayahnya hanya seluas 163.821 km², sedikit lebih luas dari Kalimantan Tengah, dan pada tahun 2022 penduduknya hanya berjumlah 632.638 jiwa.
BACA JUGA:Siapa Sangka, Ternyata Penduduk Madagaskar Berasal Dari Indonesia, Begini Sejarahnya
Penduduk Suriname terdiri dari beragam etnis, menjadikan negara ini sangat multikultural. Sekitar 27,4% dari populasi adalah keturunan Hindustan atau India, 17,7% adalah orang Kreol, sebuah kelompok etnis yang terbentuk selama era kolonial Eropa, sementara 14,6% adalah keturunan Jawa, yaitu sekitar 35.700 orang. Sisa populasinya berasal dari Tionghoa, Brasil, Yahudi, dan Lebanon.
Keanekaragaman etnis ini juga tercermin dalam keragaman agama yang dianut penduduknya.
BACA JUGA:Enam Negara Terancam Krisis Penduduk, Angka Kelahiran Sangat Rendah, Ini Nama Negaranya
Berdasarkan sensus tahun 2020, 52,3% penduduk Suriname beragama Kristen, 18,8% Hindu, 14,3% Islam, 6,2% tidak beragama, dan 5,6% menganut kepercayaan tradisional Jawa, seperti Kejawen.
Salah satu contoh tradisi Jawa yang masih hidup di Suriname adalah penetapan Hari Raya Idul Fitri yang menggunakan penanggalan Jawa, di mana masyarakat Islam Suriname tidak melihat hilal untuk menentukan 1 Syawal, melainkan menggunakan primbon Jawa.
Meski bahasa resmi di Suriname adalah bahasa Belanda, dalam keseharian, masyarakat juga menggunakan bahasa Sranan Tongo, Hindustan, dan bahasa Jawa Suriname.
BACA JUGA:Ingin Bentuk Kabupaten Baru, Enam Kecamatan di Bengkulu, Segini Luas Wilayah dan Jumlah Penduduknya
Bahasa Jawa di Suriname telah dipengaruhi oleh bahasa Belanda dan Spanyol, tetapi masih digunakan, terutama dalam pertunjukan budaya seperti wayang.
Orang Jawa pertama kali datang ke Suriname pada periode 1890 hingga 1939, ketika Suriname masih menjadi koloni Belanda.
Sekitar 33.000 orang Jawa bermigrasi ke Suriname setelah penghapusan perbudakan di Amerika Selatan. Sebagian besar berasal dari Jawa Tengah dan daerah sekitar Batavia (Jakarta), Surabaya, serta Semarang.
BACA JUGA:Makanan Suku Nenets, Penduduk Arktik Rusia Bikin Perut Mual, Apalagi Minumannya
Ketika Suriname merdeka dari Belanda pada 25 November 1975, banyak orang Jawa memilih untuk tetap tinggal di Suriname, meskipun beberapa memilih pulang ke Indonesia.
Mereka yang tinggal memperoleh sebidang tanah dan kompensasi sebesar 100 Gulden Suriname per orang, dan sebagian besar dari mereka terus melestarikan budaya serta tradisi Jawa di sana.
Suriname juga terkenal dengan keindahan alamnya. Lebih dari 80% wilayahnya masih berupa hutan hujan yang merupakan rumah bagi berbagai spesies tumbuhan dan hewan, termasuk ayam Guyana, belut listrik, kera laba-laba, dan katak panah beracun biru.