Pandemi, Pernikahan Dini di Bengkulu Selatan Meningkat

Pandemi, Pernikahan Dini di Bengkulu Selatan Meningkat

KOTA MANNA - Pandemi covid-19 yang hingga kini belum usai, ternyata tidak hanya berdampak negatif lumpuhnya sektor ekonomi, pendidikan dan kesehatan. Tapi juga memicu meningkatnya anak yang masih belum cukup umur di Bengkulu Selatan yang melakukan pernikahan, alias pernikahan dini.

Terlihat selama dua tahun terakhir, Kantor Pengadilan Agama (PA) Manna mencatat terjadi peningkatan anak yang mengajukan dispensasi nikah. Hingga Selasa (7/9) kemarin, tercatat ada 159 perkara anak yang mendapatkan dispensasi nikah. Meningkat signifikan dari tahun 2019 lalu yang mencapai 113 kasus.

“Ada peningkatan jumlah kasus dispensasi kawin di BS. Kondisi ini sangatlah tidak baik, harusnya kejadian pernikahan dini dapat ditekan untuk menghindari dampak buruk bagi kesehatan keluarga,” ujar Panitera PA Manna, Sahrun, S.Ag kepada Rasel Selasa (7/9).

Pihaknya sangat menyayangkan kondisi tersebut. Sebab tidak sesuai dengan program pemerintah pusat yang telah merevisi batas usia minimal perkawinan. Dimana pada Undang-undang nomor 19 tahun 2019 tentang batas usia perkawinan, secara tegas dikatakan bahwa batas usia minimal menikah adalah 19 tahun untuk laki-laki dan perempuan. Di bawah umur tersebut wajib menjalani sidang atau penundaan terlebih dahulu.

“Artinya program pemerintah dalam hal batasan usia menikah tidak berjalan. Tapi rerata yang mengajukan dispensasi ke kami (PA) sudah dengan alasan yang mendesak. Maaf, seperti pihak perempuannya sudah hamil di luar nikah. Sehingga tidak mungkin lagi kami tolak,” kata Sahrun.

Jika ditolak, justru nanti akan menimbulkan persoalan yang lebih besar. Mungkin bisa terjadi kelahiran di luar nikah, tindak pidana dan lainnya. Padahal, secara agama memang seseorang yang memiliki niat untuk menikah harusnya segera dinikahkan.

“Ini yang kami amati mungkin ada peran orang tua yang kurang aktif dalam menjaga anaknya. Orang tua harusnya lebih waspada terhadap pergaulan anak. Jangan biarkan anak lepas kontrol apalagi masuk dalam pergaulan bebas,” jelas Sahrun.

Apabila terus terjadi, kondisi nikah dini dapat menimbulkan sebuah persoalan di kemudian hari. Sebab, usia yang menikah tersebut belum terlalu matang, baik secara psikologi atupun organ reproduksinya. “Dampak dari nikah dini juga menimbulkan angka perceraian dini. Karena usianya belum matang, ketika ada masalah rumah tangga maka langsung memilih pilihan cerai. Padahal ini sungguh tidak baik,” sambungnya.

Harusnya, Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) secara online sejak pandemi covid-19. Membuat anak-anak lebih banyak di rumah. Namun, karena kurangnya pengawasan orang tua, anak yang bosan tersebut memilih mencari kegiatan di luar bersama teman-teman. Membuat pergaulan anak melenceng dari koridor.

Maka dari itu, PA mengimbau para orang tua untuk tetap mengawasi pergaulan anak termasuk isi gawai atau smartphone anak, agar terhindar dari perbuatan yang melenceng dari norma agama. “Kalau kami hanya bisa mengeluarkan kebijakan setelah sidang. Kami tidak berhak memberikan sosialisasi di tengah masyarakat. Harapan kami, ada dinas terkait yang lebih gencar melakukan pembinaan di masyarakat. Jangan sampai kedepan jumlah pernikahan dini kian banyak,” pungkas Sahrun. (rzn)

Sumber: