Pelaku Pelecehan Seksual Diduga Alami Ekshibisionisme

Pelaku Pelecehan Seksual Diduga Alami Ekshibisionisme

KOTA MANNA – Pelaku pelecehan seksual hingga percobaan pemerkosaan terhadap petugas kebersihan di ruas jalan Padang Panjang Kecamatan Kota Manna, Senin (11/10) lalu diduga mengalami gangguan kejiwaan ekshibisionisme. Namun demikian, dokter spesialis psikiatri dan psikologi/jiwa RSUD Hasanuddin Damrah (HD) BS, dr. Meliya Nita Sari, M.Sc, sp.KJ mengungkapkan, untuk mendiagnosis seseorang mengalami gangguan jiwa ekshibisionisme dibutuhkan pemeriksaan lanjutan.

Ciri-ciri gangguan jiwa Ekshibisionisme ini adalah penyimpangan seksual (sexual deviation) memamerkan alat kelamin seseorang kepada orang lain. Perilaku ini dilatarbelakangi dengan adanya fantasi seksual dan dorongan seksual yang kuat. “Kejadian ini bisa saja difaktori oleh pelaku yang menderita ekshibisionisme, tapi belum pasti. Harus ada pemeriksaan lebih lanjut,” kata Meliya dikonfirmasi Rasel via telepon Selasa (12/10) sore.

Menurutnya, orang yang mengalami ekshibisionisme memiliki fantasi seksual dan dorongan seksual yang kuat serta pelaku merasa puas ketika sang korban atau target ketakutan. Bahkan, kegiatan pamer tersebut dibarengi dengan kegiatan masturbasi. "Sama seperti gangguan jiwa lainnnya, kondisi ini bisa terjadi karena interaksi faktor biologis (seperti gen), psikologis (kondisi psikologis orang tersebut), sosial (seperti pola asuh dan lingkungan) dan spiritual atau tingkat keimanan," jelas Meliya.

Namun teori ekshibisionisme ini bisa ditelusuri dari masa kecil seseorang, termasuk dari perkembangan seksualnya sendiri apakah terbentuk dengan baik dalam pola asuh orang tuanya. Atau, bisa jadi penderita ekshibisionisme juga dilatarbelakangi karena kejadian masa kecil yang dialami oleh pelaku. Misalnya pernah mengalami pelecehan seksual, ataupun lainnya. Tapi ini juga perlu penelusuran lebih lanjut.

“Penyakit ini termasuk gangguan jiwa di bawah payung gangguan parafilia atau penyimpangan seksual. Parafilia adalah gangguan seksual yang ditandai oleh khayalan seksual yang khusus, desakan seksual yang kuat serta berulang dan menakutkan bagi orang lain,” sambung Meliya. Lanjut Meliya, bahwa seseorang dikatakan menderita ekshibisionisme bila ada kecenderungan berulang atau menetap (dalam pikiran untuk memamerkan alat kelamin kepada orang tak dikenalnya atau kepada orang banyak di tempat umum tanpa ajakan atau niat untuk berhubungan lebih akrab).

Seseorang juga bisa didiagnosis mengalami ekshibisionisme jika orang tersebut selama waktu sekurangnya enam bulan memiliki khayalan yang merangsang secara seksual, dorongan seksual atau perilaku berulang untuk memperlihatkan alat kelaminnya kepada orang yang tak dikenal dan tak menduganya. “Gangguan seksual ekshibisionis memiliki satu gangguan perilaku yang khusus yaitu memamerkan alat kelaminnya kepada orang asing atau orang yang tak bersedia (melihat) dengan tujuan untuk mendapatkan kepuasan seksual, mengurangi kecemasan, ataupun memperkuat egonya,” terang Meliya lagi.

Akan tetapi, secara spesifik tidak ada ciri-ciri yang menandakan penderita ekshibisionisme. Namun ada kemungkinan orang tersebut juga memiliki gangguan jiwa yang lain, kesulitan dalam bersosialisasi, serta memiliki kepercayaan diri yang rendah. Ekshibisionis biasanya merasa berbeda sehingga semakin menarik diri dari pergaulan sosial dan merasa malu. “Bahkan aktifitas ini juga didorong oleh adanya kelainan organik pada pelaku. Misalnya, ada kanker otak, atau tumor otak. Sehingga pola pikirnya sangat berperanguh dan bisa terjadi yang namanya impulsifitas atau gangguan perilaku,” kata Meliya.

“Tapi, kalau sekadar fantasi atau pikiran seksual saja masih belum bisa dibilang ekshibisionis, kalau sudah melakukan dan membuat dirinya atau orang lain resah atau tidak nyaman baru dibilang gangguan." sambung Meliya. Untuk itu, perlu kehati-hatian yang penuh dari semua masyarakat terkait terror yang dilakukan penderita ekshibisionis. Jangan sampai, aktivitas itu justru membahayakan diri pribadi dan orang lain.

“Jika memang diketahui orangnya, mungkin bisa diperiksa lebih lanjut. Tapi itu tadi, biasanya penderita gangguan ini bersifat tertutup. Semua perlu waspada dan jaga diri secara maksimal,” imbau Meliya. Diketahui, pelecehan seksual serta percobaan pemerkosaan itu terjadi di eks perumahan jaksa atau 100 meter dari Taman Makam Pahlawan (TMP) Semaku Jalan Padang Panjang Kecamatan Kota Manna, pada Senin (11/10) pagi lalu, seorang IRT berisial Hi (49), warga Desa Pagar Dewa Kecamatan Kota Manna nyaris menjadi korbannya. (rzn)

Sumber: