Mengunjungi UKM Batik Sekundang, Motif Khas Bengkulu Selatan

Mengunjungi UKM Batik Sekundang, Motif Khas Bengkulu Selatan

Bupati Bengkulu Selatan (BS), Gusnan Mulyadi menginstruksikan agar seluruh jajaran lingkungan Pemkab BS maupun instansi vertikal yang ada di BS, untuk dapat memakai seragam Batik Sekundang setiap hari Kamis. Lalu apa kekhasan dan seperti apa sebenarnya Batik Sekundang ini?

Laporan : REZAN OKTO WESA

BENGKULU dikenal dengan Batik Besurek yang sudah menasional. Namun sejatinya Bumi Sekundang Setungguan juga memiliki koleksi kerajinan batik daerah. Meski terbilang baru berkembang sejak 2019 lalu, namun Batik Sekundang sudah cukup dikenal luas di seantero Bumi Raflesia.

Lalu apa yang membedakan Batik Sekundang dengan batik-batik lain? Kreator Batik Sekundang sekaligus pelaku Usaha Kecil Menengah (UKM) Batik Sekundang, Budi Hartono, M.Pd, mengaku Batik Sekundang lebih menonjolkan corak kedaerahan, khususnya corak Bengkulu Selatan.

Antaranya motif bambu, keladi, lengguai, keris dan bunga Raflesia. Bambu menjadi salah satu tanaman yang banyak ditemukan di BS. Pun dengan keladi yang banyak ditemukan di BS, bahkan menjadi salah satu makanan favorit “Kembaang” bagi warga BS.

Keris merupakan senjata tradisional nusantara. Sementara bunga Raflesia merupakan puspa langka yang sudah diakui menjadi simbol Bengkulu, yang tentunya juga banyak ditemukan di hutan-hutan Bengkulu Selatan.

“Ada dua metode pembuatan corak batik yang kami kreasikan. Model batik cap dan model batik tulis,” ujar Budi. Khusus batik tulis, Budi mengaku para pengrajin memadukan motif “basurek” atau surat yang melambangkan batik tersebut dari Provinsi Bengkulu. Corak surek yang dibuat mirip tulisan arab, namun tanpa tanda baca.

“Agar memiliki kekhasan tersendiri, motif besurek yang dibuat berbeda dari Batik Besurek Bengkulu,” sambung Budi. Sementara dasar kain, Budi mengaku lebih memilih empat bahan khusus. Yakni bahan kain dobby, katun, sutera dan katun jepang. Bahan tersebut didatangkan dari Yogyakarta. Karena Bengkulu belum memiliki industri kain yang dapat memenuhi kebutuhan.

“Kalau ditanya mana yang tersulit? Tentu model batik tulis karena memerlukan ketelitian dan keahlian para perajin. Prosesnya juga harus bertahap dan tidak bisa terburu-buru,” ungkap Budi. Batik tulis juga memiliki nilai seni yang dihasilkan dari bubuhan tangan kreator. Tentunya juga memengaruhi kualitas dan harga batik yang dijual.

“Selain model kreasi batik, harga juga dipengaruhi bahan kain yang digunakan. Untuk UKM kami ini, harga tertinggi per meternya adalah batik yang berbahan kain sutera, bisa mencapai Rp 500 ribu per meter. Sementara yang paling murah adalah batik katun yang hanya Rp 100 ribu per meter,” jelas Budi.

Sejak berdirinya UKM Batik Sekundang yang dirinya mulai dari modal pribadi, kini sudah mulai berkembang. Bahkan tidak sedikit pesanan batik dari luar daerah yang harus dirinya selesaikan. “Alhamdulillah permintaan akan Baik Sekundang cukup tinggi. Banyak kalangan luar provinsi datang untuk memesan batik. Kami juga melayani pembuatan batik seragam sekolah,” beber Budi.

Dia berkomitmen kreasi Batik Sekundang akan lebih dimaksimalkan. Jika kini per hari hanya mampu membuat 50 helai batik, Budi mengaku ke depan akan berupaya agar produksi yang dihasilkan lebih banyak lagi. “Mudah-mudahan ini kian berkembang, dan bisa menjadi wadah masyarakat untuk berpartisipasi mengembangkan kreasinya. Bagi yang ingin belajar membatik, silahkan datang ke UKM kami, akan dilayani secara gratis,” demikian Budi.

Bagi yang berminat belajar ataupun membeli Batik Sekundang, silahkan mendatangi UKM Batik Sekundang di Jl. Lettu Ubadi Kelurahan Belakang Gedung Kecamatan Pasar Manna. Tepatnya, di gerbang Gang Benteng Belakang Gedung. (**)

Sumber: