BENGKULU SELATAN, RASELNEWS.COM - Persoalan antrean panjang kendaraan yang mengisi Bahan Bakar Minyak ((BBM) jenis pertalite dan bio solar di SPBU wilayah Bengkulu Selatan belum menemui solusi. Setiap hari puluhan kendaraan rela antre berjam-jam demi bisa membeli pertalite ataupun bio solar.
Di tengah ramainya antrean kendaraan di SPBU, penjual BBM jenis pertalite menjamur. Hampir di setiap sudut banyak pedagang eceran yang menjual BBM bersubsidi yang tentunya dengan harga cukup tinggi. Bahkan di dekat SPBU pun ada penjual pertalite eceran. Harganya selisih jauh dengan harga di SPBU. Pertalite dijual Rp13 ribu sampai Rp14 ribu per liter. BACA JUGA:Polisi Pelototi Pembeli BBM Bersubsidi, Ingat! My Pertamina Diterapkan 1 Oktober 2022 Menyikapi hal itu, Ketua Komisi II DPRD Bengkulu Selatan Holman, SE meminta Pemda bersama aparat kepolisian menertibkan penjual pertalite dan solar eceran. Sebab ada indikasi ramainya antrean kendaraan di SPBU lantaran penjual pertalite eceran ikut antre dengan tujuan membeli pertalite untuk dijual kembali. Bukan untuk kebutuhan kendaraan sendiri. “Sekarang kan penjual pertalite eceran banyak. Coba itu ditertibkan dulu, mungkin itulah salah satu penyebab antrean panjang di SPBU setiap hari. Banyak yang beli pertalite bukan untuk kendaraan, tapi untuk dijual lagi,” ujar Holman. Seharusnya, sambung Holman, pertalite dan bio solar yang merupakan BBM bersubsidi tidak boleh dijual lagi. Karena tujuan pemerintah mensubsidi BBM untuk meringankan kebutuhan masyarakat. Tapi di BS, justru pertalite dan bio solar dimanfaatkan untuk kepentingan bisnis. Bahkan pelakunya secara terang-terangan menjual dua jenis BBM tersebut dengan harga tinggi, selisih jauh dari harga di SPBU. “Secara aturan, mungkin BBM bersubsidi tidak boleh dibeli untuk dijual lagi. Harus digunakan untuk kepentingan yang seharusnya. Makanya penjual pertalite dan solar eceran ditertibkan saja. Mungkin itu bisa menjadi solusi mengatasi antrean panjang di SPBU daerah kita ini,” ujar Holman. BACA JUGA:Harga BBM Naik, Gubernur Bengkulu Surati Presiden Namun, dengan tiga SPBU yang hanya berada di kawasan perkotaan. Keberadaan pengecer BBM jelas dibutuhkan.“Kehabisan BBM di Pino Raya, harus ke kota (SPBU Kota Medan dan Ibul) untuk mengisi BBM. Jelas kami pilih isi eceran,” ungkap salah seorang pengendara yang enggan disebutkan namanya. Hanya saja, ia sepakat jika di kawasan yang dekat dengan SPBU, keberadaan pengecer ini jelas sangat menganggu. “Ketika di SPBU tidak ada BBM, di depanya (SPBU) malah banyak pengecer. Itu tidak logis sebenarnya,” ujar pengendara lainnya, Bayu (32), warga Desa Padang Niur. Jika dibolehkan, sambung Bayu, seharusnya pemerintah daerah membuat aturan khusus terkait izin eceran BBM. Jika tidak, SPBU harus diperbanyak agar pengendara tidak kesulitan untuk mendapatkan BBM. “Misalnya pedagang eceran harus memiliki izin khusus. Harganya juga disetarakan dan tidak terlalu beda dengan di SPBU. Mereka juga diberi kuota untuk mendapatkan BBM dari SPBU untuk dijual kembali. Jadi tidak ada lagi kucing-kucingan dan pihak yang khusus antre berulang kali untuk dijual kembali kepada pengecer,” ujarnya. Penelusuran Rasel, kebanyakan pengecer mendapatkan BBM jenis Pertalite dari pihak lain, bukan dari SPBU langsung. Pengecer membeli pertalite Rp 11.500 per liter dan dijual kembali Rp 13 ribu untuk di kawasan perkotaan. “Katanya ada yang jual Rp 12 ribu per liter. Tapi kami ini belinya saja Rp 11.500 per liter, bagaimana mau jual lagi Rp 12 ribu,” ujar salah seorang pedagang BBM eceran di kawasan Kota Manna. (yoh/sak)