Dosen FMIPA UNIB Ajak Warga Kelola Limbah Organik Sayur dan Buah Menjadi “Ecoenzyme: Cairan Serba Guna
Sebagai Bahan Pembuat Handsanitizer dan Biofertilizer
KOTA BENGKULU - Limbah rumah tangga berupa sayur dan buah kerap terbuang sia-sia karena tidak tahu cara mengelolanya. Padahal, jika dikelola dengan baik limbah tersebut justru menjadi sesuatu yang bermanfaat.
Seperti yang dijelaskan oleh ketua tim Pengabdian Pada Masyarakat (PPM) Jurusan Biologi FMIPA Universitas Bengkulu (UNIB), Dr. Risky Hadi Wibowo, S.Si., M.Si didampingi oleh anggotanya yakni Dr. Sipriyadi, S.Si, M.Si yang berasal dari Jurusan Biologi FMIPA Universitas Bengkulu dan Dr. Morina Morina Adfa, S.Si, M.Si dari Jurusan Kimia FMIPA Universitas Bengkulu. Pada PPM yang dilaksanakan di Desa Suka Sari, Kecamatan Kabawetan, Kabupaten Kepahiang pada hari Kamis, 19 Agustus 2021 lalu. Pihaknya mengajak kelompok tani setempat untuk memanfaatkan limbah organik buah dan sayur menjadi cairan serba guna atau dikenal dengan nama “Ecoenzyme”.
“Bagi kebanyakan orang awam, istilah “Ecoenzyme” ini masih terdengar asing atau belum pernah terbayang bagaimana rupa dari Ecoenzyme ini. Jadi, sebelum membahas lebih jauh tentang Ecoenzyme, yuk kenali dulu apa itu Ecoenzyme,” kata Risky.
Dijelaskannya, “Ecoenzyme” dapat diartikan sebagai hasil dari fermentasi yang merupakan larutan organik sederhana dari limbah sayuran segar, limbah buah-buahan dengan penambahan gula merah dan air dengan menggunakan mikroorganisme selektif seperti ragi dan bakteri yang menciptakan cairan seperti cuka dengan protein alami, garam mineral, dan enzim yang membuatnya sangat serbaguna untuk dimanfaatkan di dalam dan di luar rumah.
“Bahan-bahan yang digunakan untuk membuat Ecoenzyme relatif mudah dan dapat ditemukan di sekitar lingkungan tinggal kita, yaitu sayur sisa hasil panen/sisa masa masak (seperti sawi, kol), kulit buah-buahan seperti pisang, jeruk, pepaya serta gula merah,” jelas Risky.
Setelah semua bahan terkumpul, semua bahan dicampurkan dengan perbandingan 3 (limbah organik) : 1 (gula merah) : 10 (air) dan diisi sebanyak 2/3 dari total volume Eco-fermentor, atau biasa juga disebut sebagai wadah pembuatan Ecoenzyme.
“Bersama masyarakat, kami coba buat Ecoenzyme menggunakan wadah Eco-fermentor dengan volume 20 dan 60 liter, hanya di isi sebanyak 2/3 nya saja dengan perbandingan 3:1:10. Kemudian semua bahan yang sudah di timbang dan di iris halus dimasukkan ke dalam Eco-fermentor, diaduk sehingga bahan-bahan tercampur merata, lalu ditutup dengan rapat,” ungkap Risky.
Kemudian, dia memaparkan pada bagian tutup dilakukan modifikasi dengan membuat lubang untuk memasukkan selang kecil yang tersambung ke dalam botol plastik. Tujuan dari lubang itu untuk mengeluarkan gas yang dihasilkan dari proses fermentasi Ecoenzyme . Proses fermentasi dilakukan selama 3 bulan, setelah 3 bulan maka produk cairan Ecoenzyme siap untuk dipanen melalui keran yang sudah dipasang pada wadah fermentasi.
“Cairan Ecoenzyme ini sifatnya serbaguna dan dapat diaplikasikan sebagai Handsanitizer dan Biofertilizer. Artinya dengan bahan yang sebelumnya dianggap sampah atau tidak berguna, justru dapat bermanfaat melindungi diri pribadi dari kontaminasi bakteri, terlebih di masa pandemi covid-19 sekarang ini,” kata Risky. Kedepan kegiatan serupa akan terus dilakukan di tengah masyarakat, sehingga limbah bahan organik tidak terbuang sia-sia. Lebih daripada itu, kemampuan masyarakat dalam mengelola limbah rumah tangga juga kian maksimal. "Kegiatan PPM berbasis IPTEKS ini merupakan bagian dari pelaksanaan TRI Dharma Perguruan Tinggi, dan kegiatannya didanai oleh LPPM (Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat) Universitas Bengkulu," jelas Risky. (rzn/prw)
Sumber: