RASELNEWS.COM - Pernahkah kamu mendengar tentang Bell's palsy atau kelumpuhan pada salah satu sisi wajah?
Bell's palsy adalah kelumpuhan pada salah satu sisi otot wajah yang membuat wajah tampak turun di salah satu sisi.
Biasanya, kondisi ini terjadi mendadak dan dapat menyerang siapa saja, tetapi tidak bersifat permanen.
BACA JUGA:4 Kebiasaan Sehari-hari yang Tak Disadari Menyebabkan Darah Tinggi
BACA JUGA:Apa Itu Hipertensi? Kenali Gejala dan Cara Terhindar dari Tekanan Darah Tinggi
Bell's palsy terjadi karena peradangan pada saraf yang mengendalikan otot wajah, yang sering kali dikaitkan dengan infeksi virus, salah satunya adalah virus Herpes Simplex.
Banyak orang menyamakan Bell's palsy dengan stroke ringan karena keduanya menyebabkan kelumpuhan otot.
Namun, gejala Bell's palsy hanya terbatas pada otot-otot wajah saja, karena memengaruhi saraf kranial ketujuh (saraf fasialis) di area wajah.
BACA JUGA:Konsumsi Garam Berlebih Sebabkan Tekanan Darah Tinggi? Cek Batas Aman dan Manfaat Garam Bagi Tubuh
BACA JUGA:127 CJH Asal Bengkulu Selatan Jalani Cek Kesehatan, Darah Tinggi dan Asam Urat Mendominasi
Gejala ini biasanya pulih dalam beberapa minggu atau bulan, tergantung pada proses penyembuhan dan daya tahan tubuh.
Sedangkan pada stroke, penyebabnya adalah masalah aliran darah di otak, baik karena sumbatan (iskemik) atau perdarahan (hemoragik).
Gejala stroke lebih berat karena tidak hanya melibatkan wajah, tetapi juga bisa memengaruhi bagian tubuh yang lebih luas, tergantung pada area otak yang terkena.
BACA JUGA:Apakah Penderita Diabetes Boleh Minum Air Kelapa Muda?
BACA JUGA:Gula Merah atau Gula Pasir yang Aman Dikonsumsi Penderita Diabetes?
Stroke juga dapat menyebabkan kerusakan permanen pada fungsi tubuh, berbeda dengan Bell's palsy yang tidak berdampak lebih jauh pada otak atau bagian tubuh lain.
Pada stroke ringan atau TIA (transient ischemic attack), gejalanya mirip dengan stroke, tetapi biasanya membaik dalam waktu kurang dari 24 jam.
Faktor risiko Bell's palsy belum sepenuhnya dipahami, tetapi infeksi virus, penurunan imunitas tubuh, kelelahan, stres, dan penyakit metabolik seperti diabetes meningkatkan risiko.