Hand Sanitizer Dari Sampah Dapur

Hand Sanitizer Dari Sampah Dapur

RASELNEWS.COM, BENGKULU - Data Kementerian Kesehatan RI, hand sanitizer menjadi salah satu komoditas yang penjualannya meningkat selama masa pandemi covid-19, selain masker dan thermometer.

Peningkatan permintaan penyanitasi tangan atau hand sanitizer ini tercatat naik sekitar sembilan kali lipat sejak Februari 2020. Bahkan di awal pandemi, produk ini sempat dilanda kelangkaan karena tingginya permintaan warga.

Namun ternyata hand sanitizer bisa dibuat dengan memanfaatkan sampah dapur. Dosen Program Studi Kimia Universitas Pertamina, Dr. Suharti, S.Pd, MSi, mengatakan terdapat alternatif metode pembuatan penyanitasi tangan berbahan limbah rumah tangga yang mudah dan murah.

"Limbah yang bisa dimanfaatkan adalah sisa sayuran dan buah-buahan yang sudah melalui proses fermentasi. Efektivitasnya setara dengan produk serupa berbahan dasar kimia," beber Suharti, dalam keterangan tertulisnya yang diterima Rasel.

Suharti dan tim peneliti yang terdiri dari asisten laboratorium dan mahasiswa Program Studi Kimia telah mengembangkan metode pembuatan penyanitasi tangan dengan bahan limbah rumah tangga ini sejak Juli 2021. Proses pembuatan produk penyanitasi tangan ini dilakukan di Laboratorium Kimia Terintegrasi Universitas Pertamina dan telah menghasilkan 100 liter penyanitasi tangan.

"Proses pembuatan penyanitasi tangan berbahan limbah rumah tangga ini cukup sederhana," bebernya. Sampah sayuran dan buah-buahan terlebih dahulu dibersihkan, kemudian direndam dengan gula merah atau molase, lalu disimpan pada ember yang tertutup. Proses fermentasi ini dilakukan untuk mendapatkan eco-enzim, yang memiliki fungsi seperti alkohol sebagai desinfektan.

"Semakin beragam limbah sayur dan buah yang digunakan, semakin beragam endofit atau mikroorganisme untuk menghasilkan eco-enzim," sambung Suharti. Pada pekan pertama proses fermentasi, lanjut Suharti, wadah harus dibuka untuk mengeluarkan gas yang ada di dalamnya.

Kemudian wadah harus dibuka kembali pada usia 30 hari untuk melepaskan gas dan mengecek keberhasilan proses fermentasi. Kegagalan fermentasi biasanya terjadi akibat udara yang tidak bersih sehingga dianjurkan untuk menyimpan fermentasi jauh dari tempat sampah.

"Alkohol yang tercipta pada pekan pertama proses fermentasi berubah menjadi asam asetat secara alami. Setelah proses fermentasi selesai, eco-enzim yang telah dihasilkan dicampur air dengan perbandingan 1:400, yaitu 1ml eco-enzim untuk 400ml air," terang Suharti.

Selain lebih ramah lingkungan karena tidak mengandung bahan kimia, hasil riset menyebutkan limbah rumah tangga yang difermentasi juga berpotensi menghasilkan metana atau hidrogen yang berfungsi sebagai antiseptik.

Menggunakan metode yang sama, Suharti dan tim berencana memproduksi pengharum ruangan dari ekstrak bunga, kulit jeruk, dan bahan alami lainnya. "Eco-enzim yang dihasilkan dari bahan-bahan alami tersebut juga memiliki fungsi lain yakni sebagai penghilang kuman," pungkasnya. (cia)

Sumber: