Derita Warga Masat Akibat Minimnya Infrastruktur ; Setiap Hari Menantang Maut

Derita Warga Masat Akibat Minimnya Infrastruktur ; Setiap Hari Menantang Maut

Kabupaten Bengkulu Selatan (BS) sudah berusia 73 tahun. Namun pembangunan infrastruktur untuk kepentingan masyarakat masih cukup minim. Akses ke kawasan pertanian belum tersentuh pembangunan. Kalau pun ada, sudah rusak berat.

Seperti di Dusun Tanjung Saung RT 04 Kelurahan Masat Kecamatan Pino. Warga terpaksa menyeberangi sungai dengan cara ekstrem untuk pergi ke sawah dan kebun. Meski bertaruh nyawa, warga terpaksa melakukan cara tersebut karena tidak ada alternatif lain.

Laporan : SUGIO AZA PUTRA

PULUHAN warga Kecamatan Pino dan sekitarnya yang memiliki sawah di hamparan Tanjung Saung dan kebun kelapa sawit di seberang Sungai Air Manna yang berbatasan dengan Desa Ganjuh, setiap hari harus menantang maut. Sebab tidak ada jembatan, mereka pun menyeberangi sungai dengan cara berbahaya.

Warga memanfaatkan seutas tali atau kawat besi bekas jembatan gantung yang sudah roboh di hantam banjir bandang sebagai pegangan saat menyeberangi sungai. Beberapa warga ada yang memilih berenang. Cara itu tentu sangat membahayakan keselamatan. Sebab sungai cukup dalam dan deras, sewaktu-waktu air juga bisa meluap yang dapat menghanyutkan.

“Setiap pergi ke sawah, seperti inilah cara kami nyeberang sungai. Soalnya tidak ada jembatan. Mau tidak mau harus menyeberang dengan cara ini. Meski ini berbahaya, kami terpaksa melakukannya. Karena kalau tidak menggarap sawah, kami tidak ada penghasilan untuk memenuhi kebutuhan hidup,” ungkap Andi (43), salah seorang petani yang ditemui Rasel, Jumat (11/3/2022).

Diceritakan Andi, kondisi itu sudah berlangsung sejak beberapa tahun. Dulu pernah ada jembatan gantung di lokasi tersebut yang menjadi akses warga menyeberang. Namun jembatan roboh di hantam sungai Air Manna yang meluap tahun 2017 lalu.

Warga menyadari bahaya cara ekstrem yang dilakukan saat menyeberang sungai. Bahkan sudah pernah kejadian warga yang hanyut ketika menyeberang sungai, hingga meninggal dunia. “Memang cara ini berbahaya. Sering ada yang hanyut dan jatuh ke sungai saat nyeberang. Tapi mau bagaimana lagi, cara inilah yang bisa kami lakukan,” ujar Andi.

Saat musim panen padi seperti saat ini, warga menggunakan rakit untuk mengangkut padi dari seberang sungai. Rasa was-was pun bertambah, sebab warga takut rakit terbalik ketika sedang di tengah sungai. Padi yang dibawa basah bahkan bisa hilang.

“Hamparan sawah di ataran Tanjung Saung itu kurang lebih 70 hektar. Setiap selesai panen, kami menggunakan rakit membawa padi menyeberangi Air Manna agar bisa dibawa pulang ke rumah. Kami sangat cemas saat padi berada di tengah sungai, takut rakit terbalik, padi jatuh ke sungai, rugi besar kalau seperti itu,” imbuhnya.

Selain hasil panen padi, hasil panen kelapa sawit juga diangkut menggunakan rakit. Kondisi itu membuat warga harus berjuang ekstra setiap kali panen kelapa sawit. Karena harus melewati beberapa kali pengangkutan untuk menjangkau tempat penjualan.

Penderitaan yang warga rasakan bukan tidak diketahui Pemda BS, warga sudah sering mengusulkan pembangunan jembatan dilokasi tersebut. Bahkan pimpinan DPRD BS pernah turun langsung meninjau lokasi jembatan. Namun hingga Jumat (11/3/2022) belum ada tanda-tanda realisasinya.

“Usulan pembangunan jembatan sudah sering disampaikan ke pemerintah. Tapi belum ada tanda-tanda jembatan ini akan dibangun. Kami sangat berharap pemerintah menganggarkan pembangunan jembatan secepatnya,” harap Andi. (**)

Sumber: