Ingat! Lima Obat Sirup Ini Dilarang oleh BPOM
Ilustrasi obat sirup-IST-raselnews.com
JAKARTA, RASELNEWS.COM - Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menginformasikan, daftar obat sirup yang dilarang, tepatnya obat sirup yang dilarang berdasarkan informasi dari World Health Organization (WHO).
Sirup obat yang dilarang itu, diketahui diproduksi dari produsen farmasi di India.
Menurut BPOM, obat itu adalah Promethazine Oral Solution, Kofexmalin Baby Cough Syrup, Makoff Baby Cough Syrup dan Magrip N Cold Syrup.
Lima obat yang dilarang itu, diproduksi oleh Maiden Pharmaceutical Ltd, India dan tidak terdaftar di BPOM sebagai obat sirup yang beredar di Indonesia.
BACA JUGA:Kemenkes Larang Apotek Jual Obat Jenis Sirup, Dinkes dan Nakes Diminta Mensosialisasikan
Adapun BPOM telah menerapkan standar bahwa produk obat sirp untuk anak dan dewasa, tidak diperbolehkan memiliki kandungan etilen glikol (EG) dan dietilen glikol (DEG).
Meski demikian, baik etilen glikol maupun dietilen glikol dapat ditemukan sebagai cemaran pada gliserin atau propilen glikol yang merupakan pelarut tambahan.
Zat pelarut tambahan tersebut, biasanya digunakan untuk obat dalam bentuk sirup.
Namun, BPOM sudah membuat batas maksimal dalam pemakaian baik EG dan DEG pada kedua bahan tambahan sesuai standar internasional.
Dalam keterangan tertulis, BPOM menyatakan telah melakukan pengawasan secara komprehensif pre- dan post-market terhadap produk obat yang beredar di Indonesia.
BACA JUGA:Manfaat Tumbuhan Daun Sirih Cina
Sesuai dengan peraturan dan persyaratan registrasi produk obat, BPOM telah menetapkan persyaratan bahwa semua produk obat sirup untuk anak maupun dewasa, tidak diperbolehkan menggunakan EG dan DEG.
Kementerian Kesehatan telah menjelaskan bahwa penyebab terjadinya gagal ginjal akut atau Acute Kidney Injury (AKI) belum diketahui dan masih memerlukan investigasi lebih lanjut bersama BPOM, Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), dan pihak terkait lainnya.
Karena itu, BPOM mendorong tenaga kesehatan dan industri farmasi untuk aktif melaporkan efek samping obat atau kejadian tidak diinginkan pasca penggunaan obat sebagai bagian dari pencegahan kejadian tidak diinginkan yang lebih besar dampaknya.
Tidak hanya itu, BPOM juga berkoordinasi secara intensif dengan Kementerian Kesehatan, sarana pelayanan kesehatan, dan pihak terkait lainnya dalam rangka pengawasan keamanan obat (farmakovigilans) yang beredar dan digunakan untuk pengobatan di Indonesia.
BACA JUGA:Manfaat Kacang Kecipir atau Embing
Saat ini, BPOM juga melakukan penelusuran berbasis risiko, sampling, dan pengujian sampel secara bertahap terhadap produk obat sirup yang berpotensi mengandung cemaran EG dan DEG.
Hasil pengujian produk yang mengandung cemaran EG dan DEG tersebut masih memerlukan pengkajian lebih lanjut untuk memastikan pemenuhan ambang batas aman berdasarkan referensi.
Selanjutnya, untuk produk yang melebihi ambang batas aman akan segera diberikan sanksi administratif berupa peringatan, peringatan keras, penghentian sementara kegiatan pembuatan obat.
Berikutnya, pembekuan sertifikat Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB), pencabutan sertifikat CPOB, dan penghentian sementara kegiatan iklan, serta pembekuan Izin Edar dan/atau pencabutan Izin Edar.
Semua industri farmasi yang memiliki obat sirup yang berpotensi mengandung cemaran EG dan DEG, diminta untuk melaporkan hasil pengujian yang dilakukan secara mandiri sebagai bentuk tanggung jawab pelaku usaha.
BACA JUGA:Vaksin Booster di Bengkulu Sasar 15 Ribu Tenaga Kesehatan
Industri farmasi juga dapat melakukan upaya lain seperti mengganti formula obat dan/atau bahan baku jika diperlukan.
Sejauh ini, diketahui bahwa daftar 4 obat sirup yang dilarang karena mengandung etilen glikol dan dietilen glikol tersebut berdasarkan kasus 68 anak gagal ginjal di Gambia.
Sementara Pemerintah Indonesia termasuk Kementerian Kesehatan (Kemenkes) belum merilis daftar obat sirup yang dilarang, meski menyatakan ada 15 dari 18 produk yang diuji dan mengandung etilen glikol maupun dietilen glikol. (**)
Sumber: