MENAMBANG Pasir secara tradisional di kawasan pantai sudah menjadi keseharian warga Desa Tanjung Besar Kecamatan Manna.
Ketiadaan modal dan keterampilan membuat sebagian besar warga memilih menjadi penambang pasir tradisional.Laporan: REZAN OKTO WESA
TERCATAT setidaknya terdapat 60 penambang pasir aktif di wilayah pantai yang langsung menghadap ke Samudera Hindia di Desa Tanjung Besar Kecamatan Manna. Tambang bahan galian C ini dilakukan secara tradisional. Penambang mengumpulkan pasir dari pantai, kemudian diangkut dan dijual kepada pengumpul maupun kepada warga yang memesan secara langsung. Ikuan (45) salah seorang penambang, menceritakan awal mula penambangan pasir secara tradisional yang dilakukannya. Bermodal gerobak sapi, pasir dan batu yang dikumpulkan kemudian diangkut ke daerah yang lebih jauh dari bibir pantai agar tidak kembali tergerus ombak yang menghantam. BACA JUGA:Kapolres Kaur Segel Tambang Ilegal “Saya delapan tahun menambang pasir. Alat yang saya gunakan gerobak sapi dan sekop. Kegiatan menambang di sini tak begitu sulit, karena pantai memang landai,” ujarnya. Sehari, Ikuan mengaku bisa mengumpulkan delapan kubik pasir. Harga per kubik pasir yang dijual kepada warga hanya Rp 25 ribu. Jika ada yang memesan, biasanya penambang langsung mengangkut pasir tersebut menggunakan gerobak yang dimiliki dengan ditarik sapi yang dipelihara. Dikisahkan Ikuan, mereka akan beristirahat dari bekerja menambang pasir ketika air pasang tinggi. Biasanya, sambung Ikuan, gelombang pasang terjadi dua kali dalam sebulan. Meskipun tidak bisa menambang pasir ketika gelombang pasang. Bukan berarti mengurangi rezeki mereka. BACA JUGA:Tim Investigasi Temukan Temukan Dugaan pelanggaran Tambang Pasir Besi di Seluma Pasalnya gelombang pasang tersebutlah yang membawa pasir ke pantai. Ketika air surut, penambang baru mengumpulkan pasir tersebut untuk dijual atau ditampung sementara sampai ada pembeli. Pembangunan yang terus dilakukan pemerintah dan masyarakat, jelas membuat pasir yang dikumpulkan oleh penambang tradisional tidak akan pernah menumpuk begitu banyak. Pasti ada yang akan membelinya untuk kepentingan material pembangunan. “Pasang surut air laut membantu kami mengangkut pasir. Karena tersedia rute angkut yang sangat singkat. Dalam sehari bisa sampai delapan kubik,” beber Ikuan. Ditambahkan penambang pasir tradisional lainnya, Herian (46). Tambang bahan galian C tradisional di daerah ini sudah ada sejak waktu ke waktu. Di tahun 2010, hanya sekitar 36 penambang aktif yang mayoritas orang tua. BACA JUGA:Tarik Ulur Aktivitas Tambang Pasir Besi PT FBA di Seluma Namun sekarang, tidak jarang terlihat anak-anak yang terjun menambang pasir dan batu. Apalagi kebutuhan biaya hidup, terkadang membuat masyarakat mau tidak mau bekerja sebagai penambang. “Karena ditambang secara tradisional dan diangkut menggunakan gerobak sapi, kami juga harus menjaga kondisi sapi kami. Kalau terlalu dipaksakan, sapi akan kelelahan dan mengakibatkan kelumpuhan,” ujar Herian. Baginya menambang pasir menjadi sebuah keharusan, karena kegiatan ini sudah menjadi keahlian tersendiri. Jika harus beralih ke profesi lain, Herian mengaku kesulitan dan belum tentu bisa mendapatkan penghasilan. “Selama di sini masih ada pasir, kami tetap menambang. Namun kami tetap perhatikan lingkungan, kami mengambil pasir hanya dengan alat seadanya, tidak dengan alat berat,” pungkas Herian. (**)