Karomah KH Abbas Buntet, Hancurkan Pesawat Sekutu dengan Tasbih dalam Perang 10 November 1945 di Surabaya

Sabtu 01-07-2023,15:14 WIB
Reporter : red
Editor : Andri Irawan

Dengan keahlian bela diri dan kesaktiannya, Kiai Abbas berhasil melumpuhkan para penjahat tersebut. Petualangan Kiai Abbas dalam menimba ilmu agama Islam di Jawa berakhir di Pesantren Tebuireng.

BACA JUGA:Catat! 3 Doa Jangan Ditinggalkan Saat Sujud Terakhir

Selanjutnya, Kiai Abbas melanjutkan perjalanannya untuk mempelajari pemikiran Islam di Timur Tengah, khususnya di Mekkah. Di sana, ia bertemu dengan Muhammad Mahfudh bin Al-Allamah Haji Abdullah bin Haji Abdul Manan bin Abdullah bin Ahmad At-Turmusi, seorang ulama besar asal Pacitan, Jawa Timur, dan belajar agama Islam darinya.

Selama berada di Mekkah, Kiai Abbas juga bertemu dengan KH Bakir dari Yogyakarta, KH Abdillah dari Surabaya, dan KH Wahab Chasbullah dari Jombang. Mereka kemudian pulang ke tanah air bersama-sama.

Setelah kembali ke Jombang, Kiai Abbas diminta untuk memimpin Pondok Pesantren Buntet dan mengajar kitab kuning kepada para santri.

BACA JUGA:Mata Anda Rabun? Amalkan Doa Ini, Kiai Muslih yang Buta 8 Tahun Akhirnya Bisa Melihat Lagi

Di bawah kepemimpinannya, Pondok Pesantren Buntet mengalami kemajuan pesat. Kiai Abbas melakukan pembaharuan dengan mengajarkan karya-karya ulama Mesir kepada para santrinya, seperti tafsir Tontowi Jauhari yang membahas masalah ilmu pengetahuan dan tafsir Fahrurrozi yang memiliki nuansa filosofis.

Keberhasilan Kiai Abbas dalam memimpin pondok pesantren dan keahlian agama Islam yang mendalam dengan cepat menyebar ke seluruh Indonesia. Banyak santri yang datang tidak hanya dari Pulau Jawa, tetapi juga dari luar Jawa.

BACA JUGA:Masih Jomblo? Amalkan Doa Ini Agar Segera Dapat Jodoh

Meskipun usia Kiai Abbas telah mencapai 60 tahun, tubuhnya masih tegap, hanya rambutnya yang mulai memutih.

Dengan peci putih dan serban yang menambah kesan berwibawa, penampilan Kiai Abbas sangat mengesankan. Pada saat perjuangan kemerdekaan Indonesia sedang berlangsung dengan hebatnya, yang ditandai dengan proklamasi kemerdekaan pada 17 Agustus 1945, Kiai Abbas yang telah menjadi tokoh tua meninggalkan kegiatan mengajar kitab kuning.

Baginya, dalam masa persiapan tersebut, yang lebih penting adalah keahlian bela diri dan ilmu kanuragan. Dia juga mulai meninggalkan pondok pesantren dan melakukan dakwah langsung di tengah masyarakat.

BACA JUGA:Harus Tau! Ini Doa Yang Harus diamalkan di Hari Selasa, Dijamin Rezeki Melimpah

Sambil mengajarkan berbagai ilmu kesaktian dalam bela diri sebagai persiapan melawan penjajah, Kiai Abbas memanfaatkan sarana dakwah ini. Aktivitas Kiai Abbas dengan cepat mendapatkan respons positif dari masyarakat yang ingin berjuang.

Dengan cepat, Pondok Pesantren Buntet yang sebelumnya dikenal sebagai pusat pendidikan agama Islam, berkembang menjadi benteng perlawanan melawan penjajah.

Kiai Abbas kemudian mendirikan laskar Hizbullah sebagai organisasi perjuangan. Selain itu, Kiai Abbas dan para sesepuh Pesantren Buntet juga membentuk organisasi Asybal yang terdiri dari anak-anak di bawah usia 17 tahun.

BACA JUGA:Jangan Salah! Doa Menyembelih Ayam Jantan dan Ayam Betina Berbeda, Berikut Doanya

Organisasi ini bertugas untuk memata-matai gerakan musuh. Sebelum tercapainya perjanjian Renville yang menyebabkan pemerintah dan tentara Indonesia hijrah ke Yogyakarta, pasukan Hizbullah yang dipimpin oleh Kiai Abbas bertahan di wilayah Legok, Kecamatan Cidahu, Kabupaten Kuningan. Selama perang kemerdekaan itu, banyak santri dan ulama Pesantren Buntet yang gugur dalam pertempuran.

Beberapa di antara ulama dan kiai yang gugur dalam pertempuran adalah KH Mujahid, Kiai Akib, Mawardi, Abdul Jalil, dan Nawawi.

Puncak perlawanan laskar Hizbullah di bawah pimpinan Kiai Abbas terjadi saat pertempuran meletus pada tanggal 10 November 1945 di Surabaya. Salah seorang pengawal Kiai Abbas, bernama Abdul Wachid, membagikan pengalamannya saat mengawal Kiai Abbas ke Surabaya.

Kategori :