BACA JUGA:7 Orang Istimewa yang Doanya Mustajab
Bersama dengan Detasemen Hizbullah Resimen XII Divisi I Syarif Hidayat, Kiai Abbas berangkat pada tanggal 6 November 1945. Pasukan Kiai Abbas meninggalkan Markas Detasemen dan menuju stasiun Prujakan Cirebon naik Kereta Api Express.
Turut serta dalam rombongan tersebut adalah KH Achmad Tamin dari Losari, yang bertindak sebagai pendamping Kiai Abbas. Saat itu, Kiai Abbas terlihat mengenakan jas buka abu-abu, kain sarung plekat dengan sorban, dan menggunakan sandal japit dari kulit. Satu-satunya barang bawaan Kiai Abbas pada saat itu adalah sebuah kantong plastik yang berisi sandal bakyak.
BACA JUGA:Doa Laki-laki atau Perempuan Paling Makbul? Kisah Juraij Jadi Bukti
Ketika tiba di Stasiun Rembang, Jawa Tengah, sudah banyak orang yang menunggu. Rombongan Kiai Abbas kemudian diantarkan ke Pondok Pesantren Kiai Bisri di Rembang. Pada malam hari, diadakan musyawarah untuk menentukan komando atau pemimpin pertempuran.
Hasil musyawarah menunjukkan bahwa komando pertempuran diberikan kepada Kiai Abbas. Setelah salat subuh, Pondok Pesantren Rembang telah dipenuhi oleh para santri yang siap mati berjuang melawan penjajah.
Rombongan kemudian berangkat menuju Surabaya. Sebelum berangkat, Kiai Abbas memanggil Abdul Wachid dan meminta sandal bakyak yang telah dititipkan kepadanya saat berada di Cirebon. Kiai Abbas kemudian berangkat dengan menumpang mobil sedan kuno.
BACA JUGA:Ustadz Adi Hidayat Ungkap Momen Tepat Untuk Berdoa Dalam Shalat, Jarak Allah SWT Sangatlah Dekat
Di dalam mobil tersebut, selain Kiai Abbas, terdapat juga Kiai Bisri yang duduk di jok belakang, dan H. Achmad Tamin bersama sopir di bagian depan. Sementara para pengawal Kiai Abbas dari Cirebon diminta untuk tetap tinggal berjaga di Pesantren Rembang.
Ketika tiba di Surabaya, rombongan Kiai Abbas disambut dengan takbir yang menggelegar dan pekik merdeka. Para kiai kemudian masuk ke masjid dan melaksanakan salat sunnah. Selanjutnya, Kiai Abbas meminta KH Achmad Tamin untuk berdoa di tepi kolam masjid.
BACA JUGA:Telapak Tangan Tiba Tiba Gatal, Segera Berdoa, Itu Tanda Rezeki Akan Datang
Kepada Kiai Bisri dari Rembang, Kiai Abbas memohon agar dia memerintahkan para laskar dan pemuda yang akan berjuang melawan penjajah untuk mengambil air wudu dan meminum air yang telah diberkahi.
Setelah meminum air yang telah diberkahi tersebut, para pemuda yang tergabung dalam Badan Perjuangan Arek-arek Suroboyo tanpa rasa takut langsung menyerang tentara Sekutu hanya dengan bersenjatakan bambu runcing dan parang.
Melihat keberanian pemuda Indonesia, tentara Sekutu melepaskan tembakan ke segala arah. Korban dari kalangan pemuda sangat banyak, tetapi juga banyak serdadu Belanda yang tewas oleh bambu runcing.
Dalam pertempuran tersebut, Kiai Abbas dan para kiai lainnya berada di tempat yang agak tinggi sehingga dapat memantau perkembangan pertempuran. Mengenakan sandal bakyak, Kiai Abbas berdiri tegak di halaman masjid sambil berdoa.
Dia mengacungkan kedua tangannya ke langit, dan keajaiban pun terjadi. Ribuan alu dan lesung dari rumah-rumah rakyat berhamburan terbang menyerbu serdadu-serdadu Sekutu. Suara alu dan lesung bergemuruh seolah-olah terjadi banjir, sehingga pasukan lawan kewalahan dan terpaksa mundur ke kapal induk mereka.
BACA JUGA:Baca Tiga Doa Ini Bisa Selamatkan Dalam Perjalanan, Amalpun Mengalir
Tak lama kemudian, pihak Sekutu mengirim pesawat pembom. Namun, pesawat tersebut tiba-tiba meledak di udara. Beberapa pesawat Sekutu berikutnya datang dengan maksud menjatuhkan bom untuk menghancurkan Kota Surabaya, namun sekali lagi pesawat-pesawat itu mengalami nasib yang sama, meledak di udara sebelum dapat melancarkan serangan.
Pertempuran berlangsung sepanjang hari tersebut terus berlanjut hingga hari berikutnya. Pihak musuh kembali datang dengan menggunakan kendaraan lapis baja, tank, dan truk-truk untuk langsung menyerang pertahanan para pemuda.