RASELNEWS.COM - Pemerintah resmi menaikkan alokasi dana untuk peremajaan sawit rakyat (PSR) menjadi Rp 60 per September 2024.
Dana ini disalurkan melalui Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) dan hingga kini telah mencapai Rp9,25 triliun, mencakup luas lahan sekitar 331 ribu hektare.
BACA JUGA:Menkeu Pangkas Tarif Ekspor Kelapa Sawit, Pengusaha Berharap Industri Pulih
BACA JUGA:Ninja Sawit Meresahkan Petani Bengkulu Selatan, Polsek Kedurang Ilir Undang Pemilik RAM
Menurut Achmad Maulizal Sutawijaya, Kepala Divisi Perusahaan BPDPKS, kenaikan alokasi dana ini bertujuan untuk meningkatkan hasil program peremajaan sawit rakyat (PSR).
"Ini untuk menarik minat petani mengikuti program PSR, yang penting untuk meningkatkan produktivitas kebun," ujarnya.
BACA JUGA:Siswi SMP di Kaur Diperkosa di Pondok Kebun Kelapa Sawit, Pelaku Tetangga Korban
BACA JUGA:Diduga Ada Makelar Tanah Dibalik Polemik Perkebunan Sawit di Bengkulu Selatan, Jaksa Turun Tangan
Maulizal juga menyebut bahwa peningkatan produksi melalui PSR diperlukan untuk mendukung program B40 dan B50 serta memenuhi kebutuhan pasar ekspor.
Program PSR sendiri telah berjalan sejak 2017 dengan target tahunan sebesar 180.000 hektare.
Pada 2022-2023, pemerintah menargetkan peremajaan 540.000 hektare lahan sawit, namun hanya tercapai sekitar 50 ribu hektare per tahun.
BACA JUGA:Petani Sawit Bengkulu Selatan Tersenyum, Harga TBS Naik Nih
Hingga 31 Agustus 2024, realisasi PSR baru mencapai 18.484 hektare.
Berdasarkan Diktum Kedua Keputusan Direktur Utama BPDPKS No 252/2024, besaran dana PSR terbaru adalah Rp60 juta per hektare, naik dua kali lipat dari Rp30 juta per hektare yang berlaku sejak 1 Juni 2020.
Keputusan ini berlaku mulai 1 September 2024.
BACA JUGA:Genjot Produksi Kelapa Sawit, Pemda Bengkulu Selatan Lakukan Ini
BACA JUGA:Beraksi di Siang Bolong, Pencuri TBS Kelapa Sawit di Seluma Babak Belur Dihajar Massa
Maulizal menjelaskan bahwa dana ini disesuaikan dengan Keputusan Dirjen Perkebunan No 55/2024, yang membedakan satuan biaya PSR untuk lahan kering, lahan basah, dan lahan endemik ganoderma, serta mengelompokkan wilayah Indonesia menjadi enam.
Dana diberikan dalam empat fase, mulai dari pembukaan lahan hingga pemeliharaan tahun ketiga.
"Keputusan ini didasarkan pada analisis kebutuhan riil petani dan kemampuan BPDPKS," tutup Maulizal. (**)