Stop Tampung Daging Babi, Herman Lufti: Kasihan Pedagang Jangek, Pemburu dan Petani

Stop Tampung Daging Babi, Herman Lufti: Kasihan Pedagang Jangek, Pemburu dan Petani

KOTA MANNA - Penampung daging babi di Desa Ketaping Kecamatan Manna, Herman Lufti, mengaku menghentikan usahanya. Hal itu dilakukannya lantaran merasa kasihan dengan pengusaha dan pedagang kerupuk jangek di BS.

Dia menyebut informasi yang disampaikan pihak kepolisian yang mengindikasi adanya kerupuk jangek dari kulit babi, akan merugikan para pengusaha kerupuk. “Padahal saya tidak pernah menjual daging babi di dalam daerah (BS), termasuk kulit babi,” ungkap Herman Lufti yang mendatangi Graha Pena Radar Selatan, Jumat (24/9).

Disampaikannya, dengan informasi yang beredar, warga mulai ragu untuk membeli dan mengonsumsi kerupuk jangek. “Saya tegaskan tidak ada kerupuk jangek dari kulit babi. Terutama dari babi yang kami olah,” ujarnya.

Herman Lufti mengaku mengeluti usaha penambungan babi hutan dalam dua bulan terakhir. Dia bekerja sama dengan beberapa pihak di luar daerah untuk memasarkan babi yang ditampungnya. “Babi yang saya tampung, itu sudah melewati masa karantina dalam pengiriman ke beberapa lokasi perusahaan WNA (warga negara asing). Bukan untuk diedarkan di dalam daerah,” terangnya sambil menunjukkan foto bukti kontainer yang sudah melalui pemeriksaan petugas Badan Karantina Pertanian.

Dia mengakui menyadari bahwa BS didominasi warga muslim. Bahkan dirinya merupakan seorang muslim yang dalam ajaran agama Islam mengharamkan daging babi. “Saya ini juga islam, dalam ajaran agama Islam, daging babi itu haram. Saya tidak mungkin menjual daging babi kepada orang islam, tapi dikirim kepada para WNA yang memang suka memakan babi,” ungkapnya lagi.

Selain merasa kasihan dengan pengusaha dan pedagang kerupuk jangek, Herman Lufti mengaku juga kasihan dengan para pekerjanya. Dia mengklaim saat beroperasi, pihaknya mempekerjakan ratusan orang, termasuk para pemburu. Dengan menyetop usaha penambungan babinya, Herman Lufti menyebut para pekerjanya akan kehilangan pekerjaan. “Saya ini bukan pencuri uang rakyat, bahkan kami membantu para petani mengatasi hama babi. Petani juga diuntungkan jika menangkap babi, dijual kepada kami yang dihargai Rp 24 ribu perkilogram,” ungkap mantan Anggota DPRD BS ini.

Herman Lufti meminta pihak kepolisian dapat segera mengungkap jika memang benar ada kerupuk jangek berbahan kulit babi. Hal itu agar tidak meresahkan masyarakat dan merugikan para pengusaha dan pedagang kerupuk jangek.

Herman Lufti bahkan berkali-kali menyebut dirinya tidak merugikan rakyat, bukan pencuri uang rakyat seperti para pelaku korupsi. “Kenapa saya diusik seperti ini, padahal dari dulu banyak yang menampung babi dan tidak pernah diusik,” sesal Herman Lufti.

Dirinya bahkan menyebut hal ini lantaran ada persaingan bisnis dari sesama penampung babi. Pasalnya selama ini penampung babi hanya membeli Rp 8 ribu perkilogram. Sedangkan dirinya sanggup membeli dari pemburu atau petani hingga Rp 24 ribu perkilogram.

“Saya hanya mitra, sebagai pengumpul. Kalau bos saya, itu semuanya sudah ada izinnya, di tingkat pusat maupun provinsi. Saya akui jika saya masih dalam proses pengurusan izin,” ungkap Herman Lufti yang juga didampingi sang istri, ketika mendatangi Rasel.

Dia bahkan menyebut dirinya hanya penampung babi. "Tetapi kelakuan saya tidak seperti babi yang merugikan masyarakat (petani). Saya tahu Bengkulu Selatan ini dominan Islam, jadi saya tidak mungkin menjual babi di daerah saya sendiri. Bahkan permintaan dari warga non muslim juga saya tolak,” pungkasnya. (sak)

Sumber: