Karomah KH Abbas Buntet, Hancurkan Pesawat Sekutu dengan Tasbih dalam Perang 10 November 1945 di Surabaya

Karomah KH Abbas Buntet, Hancurkan Pesawat Sekutu dengan Tasbih dalam Perang 10 November 1945 di Surabaya

Karomah KH Abbas Buntet, Hancurkan Pesawat Sekutu dengan Tasbih dalam Perang 10 November 1945 di Surabaya-istimewa-raselnews.com

Dia mengacungkan kedua tangannya ke langit, dan keajaiban pun terjadi. Ribuan alu dan lesung dari rumah-rumah rakyat berhamburan terbang menyerbu serdadu-serdadu Sekutu. Suara alu dan lesung bergemuruh seolah-olah terjadi banjir, sehingga pasukan lawan kewalahan dan terpaksa mundur ke kapal induk mereka.

BACA JUGA:Baca Tiga Doa Ini Bisa Selamatkan Dalam Perjalanan, Amalpun Mengalir

Tak lama kemudian, pihak Sekutu mengirim pesawat pembom. Namun, pesawat tersebut tiba-tiba meledak di udara. Beberapa pesawat Sekutu berikutnya datang dengan maksud menjatuhkan bom untuk menghancurkan Kota Surabaya, namun sekali lagi pesawat-pesawat itu mengalami nasib yang sama, meledak di udara sebelum dapat melancarkan serangan.

Pertempuran berlangsung sepanjang hari tersebut terus berlanjut hingga hari berikutnya. Pihak musuh kembali datang dengan menggunakan kendaraan lapis baja, tank, dan truk-truk untuk langsung menyerang pertahanan para pemuda.

BACA JUGA:Versi Panji Gumilang Jawab Doa Pakai Amin Salah, Simak Penjelasan Ustaz Abdul Somad

Serangan kedua dari pihak Sekutu lebih gencar dibandingkan dengan hari pertama. Mereka melepaskan tembakan dari senjata kanon dan mortir, serta serentetan tembakan dari pesawat udara menuju rakyat Indonesia. Serangan ini menyebabkan banyak korban jiwa.

Para pemuda sempat terdesak dan terpaksa mundur ke luar Kota Surabaya menghadapi serangan yang terus menerus.

Ketika malam menjelang, intensitas pertempuran mulai mereda. Namun, masih terdengar beberapa tembakan kecil di beberapa tempat.

BACA JUGA:Rezeki Seret dan Terlilit Hutang, Syekh Ali Jaber Sebut Amalkan Doa Ini, Insyaallah Persoalan Selesai

Pada tanggal 13 November 1945, Kiai Abbas dan sejumlah kiai lainnya berhasil tiba dengan selamat di Pondok Pesantren Rembang. Pada saat itu, mereka terlihat sangat lelah. Setelah salat subuh, mereka kembali pulang ke Cirebon.

Di tengah perjuangan yang gigih melalui senjata rakyat, misi diplomasi juga dilakukan. Perjalanan sejarah perjuangan ini mendapatkan perhatian utama dari para ulama. Akhirnya, Perjanjian Linggarjati tercapai pada tahun 1946 sebagai hasil dari upaya tersebut. (red)

Sumber: