RASELNEWS.COM - Dalam agama Islam, adopsi merupakan salah satu jalan yang dapat diambil oleh pasangan untuk mendapatkan keturunan, terutama bagi mereka yang telah berusaha secara intens namun belum diberi rezeki memiliki anak secara biologis.
Sebelum memutuskan untuk mengadopsi anak, terdapat sejumlah pertimbangan yang harus dipertimbangkan dengan matang oleh pasangan tersebut.
Namun, sebelum mengetahui prosesnya, penting untuk memahami terlebih dahulu bagaimana hukum adopsi anak dipersepsikan dalam ajaran Islam.
BACA JUGA:Selain Pemalas, Berikut 14 Sifat Suami yang Tidak Pantas Dipertahankan Menurut Islam
Dalam Islam, praktik mengangkat anak telah dikenal sejak zaman Nabi Muhammad SAW. Dalam terminologi Islam, proses ini disebut tabbani, yang berarti mengambil anak orang lain dan merawatnya layaknya anak kandung sendiri.
Salah satu contoh, Nabi Muhammad SAW telah mengangkat Zaid Bin Haritsah sebagai anaknya.
Orang yang mengadopsi anak tersebut bertanggung jawab dalam memberikan nafkah, pendidikan, kasih sayang, dan segala kebutuhan yang dibutuhkan anak, meskipun secara biologis bukanlah anak kandungnya.
BACA JUGA:5 Waktu Dilarang Tidur Dalam Islam, Nomor 1 Menghambat Rezeki
Lantas bagaimana hukum adopsi anak dalam Islam menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak? Pasal 171 huruf h KHI menyatakan bahwa anak angkat adalah anak yang dibiayai kehidupannya sehari-hari, dan orang tua angkat memiliki tanggung jawab seperti orang tua aslinya berdasarkan keputusan pengadilan.
Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyatakan bahwa dalam Islam, adopsi anak dapat dilakukan, namun perlu diingat bahwa anak yang diadopsi tidak boleh dipisahkan dari nasab orang tua kandungnya.
Sebagai contoh, nama asli anak harus dipertahankan, misalnya jika nama aslinya adalah "bin Firdaus", maka orang tua angkat tidak diperbolehkan menggantinya menjadi "bin Ali".
BACA JUGA:Mitos Malam Kliwon dan Malam Jumat Serta Selasa Kliwon Menurut Islam
Rasulullah SAW sendiri telah mencontohkan, bahwa saat mengangkat Zaid, beliau mempertahankan nama belakang ayah kandung dari Zaid, yaitu "bin Haritsah". Beliau tidak mengubah nama belakang Zaid.
Perbuatan ini sesuai dengan ajaran Islam, sebagaimana firman Allah dalam Surat Al Ahzab ayat 4 yang menyatakan bahwa tidak boleh menjadikan anak angkat sebagai anak kandung secara sebenarnya.
Firman Allah SWT dalam surat Al Ahzab ayat 5 juga menegaskan bahwa panggilan anak angkat seharusnya menggunakan nama bapak mereka yang sebenarnya.
Jadi, upaya adopsi anak dalam Islam diizinkan, namun harus memperhatikan prinsip-prinsip tertentu, terutama dalam mempertahankan nasab anak yang diadopsi.
BACA JUGA:Tips Mendidik Anak Secara Islami dan Doa Agar Anak Berhati Lembut
Hal ini penting untuk memastikan bahwa anak yang diadopsi tetap terikat dengan identitas dan hubungan kekeluargaannya.
Hal-hal yang harus diperhatikan saat mengadopsi anak:
1. Mendidik, merawat, dan bertanggung jawab pada anak yang diadopsi dengan penuh kasih sayang, layaknya anak kandung.
2. Mengetahui batasan kemahraman antara anak yang diadopsi dan keluarga angkatnya.
3. Menyadari bahwa anak angkat tidak memiliki hak waris secara otomatis sesuai dengan hukum waris Islam, namun bisa diberikan hibah oleh orang tua angkat semasa hidupnya.
BACA JUGA:Dalam Islam, Berapa Persen Gaji Suami untuk Istri?
Dengan demikian, adopsi anak dalam Islam merupakan tindakan yang dapat dilakukan dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan dalam ajaran agama. (red)