Mengenal Suku Afar, Manusia yang Tinggal di Bumi Paling Panas dan Tidak Ramah

Mengenal Suku Afar, Manusia yang Tinggal di Bumi Paling Panas dan Tidak Ramah

Suku Afar-istimewa-raselnews.com

RASELNEWS.COM - Suku Afar adalah kelompok etnis yang mendiami tambang garam di Danau Afar, sebuah kawasan yang dikenal sebagai tanah kematian atau tempat paling kejam di muka bumi.

Mereka adalah penggembala nomaden tradisional yang terkenal galak dan tidak ramah, mencerminkan medan keras tempat tinggal mereka.

Suku Afar telah menghuni kawasan yang sangat gersang ini selama berabad-abad, mencari nafkah dengan menambang garam dan mengangkutnya melintasi padang pasir dengan kafilah unta.

BACA JUGA:Tempat Wisata Teraneh di Dunia, Sempat Viral, Terbuat dari Bahan Menjijikkan

Seperti suku Kurdi, suku Afar mendiami daerah yang mencakup beberapa negara namun tidak memiliki hak politik atau perbatasan yang mereka sebut sebagai negara mereka.

Danau Afar merupakan bagian dari Depresi Danakil yang terletak di Ethiopia, membentang sekitar 60.000 km persegi dan berada 130 meter di bawah permukaan laut. Kawasan ini dikenal dengan suhu panas ekstrem, dengan rata-rata mencapai 45 hingga 50 derajat Celsius.

Meskipun suhunya sangat panas, Danau Afar adalah tempat suku Afar menggantungkan hidup mereka. Di tengah gurun garam yang luas ini, puluhan ribu keluarga memperoleh pendapatan dari menambang garam, salah satu komoditas paling berharga di dunia.

BACA JUGA:Daftar Negara Penghasil Kakao Terbesar di Dunia, Indonesia di Urutan Berapa?

Perdagangan garam di sini telah berkembang dan diwariskan dari generasi ke generasi selama sekitar 3000 tahun, sejak deposit garam tertinggal dari banjir Laut Merah di wilayah ini.

Perdagangan garam ini menarik pedagang dari seluruh Ethiopia. Mereka menjual garam ke rumah tangga dan petani, yang membutuhkan mineral penting ini untuk ternak mereka.

Suku Afar menambang garam dengan cara dan alat tradisional, menggunakan kapak untuk memotongnya menjadi lempengan besar, lalu memotongnya lagi menjadi ubin kecil seberat sekitar 4 kilogram.

BACA JUGA:Tanpa Pantai, Objek Wisata di Pulau Bali ini Justru Jadi Favorit Wisatawan Seluruh Dunia

Garam yang telah dibentuk menjadi ubin ditumpuk dan diangkut menggunakan unta. Setiap hari, sekitar 1000 unta berbaris untuk mengangkut lempengan garam ini ke kota Berahile, yang terletak 80 km jauhnya, perjalanan yang memakan waktu sekitar 3 hari dengan unta.

Selain itu, para penambang juga harus membayar pajak pengumpulan garam sebelum diizinkan pergi. Danau Afar adalah dataran garam yang terbentuk dari cekungan tertutup di mana curah hujan tidak dapat mengalir.

Di iklim basah, danau akan terbentuk, tetapi di padang pasir air menguap lebih cepat daripada pengisian ulang oleh hujan, meninggalkan lapisan garam dan mineral.

BACA JUGA:Kecantikan Bak Bidadari! 8 Negara Ini Penghasil Wanita Muslim Tercantik di Dunia, Ada Indonesia?

Dahulu, garam Danau Afar sangat berharga sehingga digunakan sebagai mata uang, tetapi kini nilai lempengan kasar ini hanya beberapa birr Ethiopia, sekitar 40.000, harga yang sangat murah untuk kerja keras semacam ini.

Bagi orang Afar, pekerjaan menambang garam adalah panggilan hidup yang sangat sulit. Selain kerja keras di suhu yang sangat panas, mereka harus bangun saat fajar dan melakukan perjalanan hingga 2 jam ke tambang untuk mengekstrak garam sebanyak mungkin sebelum matahari terbenam.

Sumber: