BBM Kelapa Sawit Berpotensi Picu Kenaikan Harga Minyak Goreng
Ilustrasi B35 dengan persentase biodiesel 35 persen-Istimewa/instagram kementerian ESDM-raselnews.com
JAKARTA, RASELNEWS.COM - Penggunaan bahan bakar minyak (BBM) kelapa sawit mulai akan mulai diberlakukan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) terhitung 1 Februari 2023.
Produksi BBM berbahan baku minyak mentah kelapa sawit atau crude palm oil (CPO) ini sebagai upaya pemerintah untuk mengurangi impor, dan meningkatkan pemanfaatan energi terbarukan.
Pembuatan biodiesel dengan bahan baku yang sama untuk minyak goreng ini juga sebagai upaya mencari alternatif pengganti BBM bersumber dari minyak dan gas bumi Indonesia yang diprediksi hanya bertahan 20 tahun lagi.
BACA JUGA:Catat, Ibu Hamil Bisa Bersalin Gratis, Pemerintah Jamin Biaya Persalinan, Ini Syaratnya
Kebijakan ini tertuang dalam Keputusan Menteri ESDM Nomor 295.K/EK.01/MEM.E/2022 tentang Penahapan Bahan Bakar Nabati Jenis Biodiesel sebagai Campuran Bahan Bakar Minyak Jenis Solar dalam Kerangka Pembiayaan oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit.
BACA JUGA:6 Madrasah Swasta di Bengkulu Selatan Belum Bisa Alih Status, Ini Penyebabnya
Hal ini juga dipertegas dalam Keputusan Menteri ESDM Nomor 205.K/EK.05/DJE/2022 tentang Penetapan Badan Usaha Bahan Bakar Minyak dan Badan Usaha Bahan Bakar Nabati Jenis Biodiesel serta Alokasi Volume Bahan Bakar Nabati Jenis Biodiesel, untuk Pencampuran Bahan Bakar Minyak Jenis Solar Periode Januari sampai Desember 2023.
"Pencampuran BBN biodiesel dengan persentase 35 persen (B35) ke dalam BBM jenis minyak solar mulai berlaku pada 1 Februari 2023," kata Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi Kementerian ESDM, Dadan Kusdiana, Jumat, 6 Januari 2023.
BACA JUGA:Guru Full Senyum, Tunjangan 2022 Sudah Ditransfer, TPG Triwulan I Tahun 2023 Segera Menyusul
Penggunaan biodiesel yang dengan bahan CPO dianggap lebih efisien dan dijamin. '
Produksi CPO di Indonesia yang cukup tinggi diyakini akan bisa menjamin ketersediaan BBM bagi kendaraan di Indonesia.
BACA JUGA:Gubernur Bengkulu Dorong Embarkasi Haji Naik Kelas
Namun disisi lain, dengan penggunaan CPO untuk bahan bakar, berpotensi mengganggu harga minyak goreng di pasaran.
Hal ini cukup beralasan. Kenaikan harga minyak goreng di pertengahan tahun 2022 menyebabkan antrean panjang masyarakat untuk mendapatkan minyak goreng.
BACA JUGA:4 Daerah Penghasil Beras Terbesar di Bengkulu, Total Produksi 156.154 Ton Pertahun
Minyak goreng yang dulunya sangat mudah didapat, sulit ditemukan.Penyebabnya? tak lain karena salah satunya adanya kenaikan permintaan CPO untuk pemenuhuan industri biodiesel seiring dengan penerapan kebijakan B30.
Kelangkaan minyak goreng kala itu karena turunnya panen sawit pada semester kedua. Sehingga suplai CPO menjadi terbatas dan menyebabkan gangguan pada rantai distibusi industri minyak goreng.
BACA JUGA:Telat Bayar Pajak Kendaraan? Begini Cara Menghitung Dendanya
Sebuah jurnal yang ditulis Sri Hartoyo dkk, Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB. dalam artikelnya dengan judul dampak kenaikan harga minyak goreng terhadap ketersediaan minyak goreng sawit domestik, menjelaskan, peningkatan permintaan dan penggunaan CPO sebagai bahan baku untuk bahan bakar diduga akan menyebabkan tergangguanya ketersediaan CPO sebagai bahan baku pangan, terutama minyak goreng.
BACA JUGA:Harga Pupuk Naik Petani di Bengkulu Menjerit, Tak Tanggung Tanggung Segini Kenaikan Harganya
Data menunjukan, kebutuhan CPO sebagai bahan baku minyak goreng, margarin, dan shorening pada tahun 2004 sebesar 6,5 juta ton, dan meningkat menjadi 10,6 juta ton pada tahun 2010.
BACA JUGA:Potensi Pemilih Pemilu 2024 di Bengkulu Capai 86.524 Jiwa
Sementara itu, kebutuhan CPO untuk non pangan terutama untuk fatty acid, fatty alcohol, dan glycering pada tahun 2004 sebesar 114,8 ribu ton dan meningkat menjadi 158 ribu ton pada tahun 2010.
Lanjutnya, landasan penggunaan BBM kelapa sawit ini mengingat selama periode tahun 2002-2007, rerata peningkatan harga minyak bumi (BBM) terhitung sekitar 21,19 per tahun.
BACA JUGA:Tol Bengkulu-Taba Penanjung Tak Lagi Gratis, Segini Tarifnya
Meningkatnya harga BBM pada periode beberapa tahun terakhir ini mendorong berbagai negara, termasuk Indonesia untuk memulai memperhatikan penggunaan bahan bakar alternatif antara lain yang berasal dari tanaman (biodiesel).
Biodiesel merupakan bahan bakar terbarukan yang penting terutama pada saat harga bahan bakar fosil naik dan kepedulian dunia yang tinggi terhadap lingkungan.
BACA JUGA:Tambang Pasir Besi PT FBA Kembali Didemo, Emak-emak: Kalian Penjilat, Petugas FBA: Kamu Nanti yang Saya Jilati
Salah satu tanaman yang potensial sebagai bahan baku pengganti bahan bakar fosil adalah kelapa sawit yang produk turunan pertamanya menghasilkan minyak sawit atau dikenal crude palm oil (CPO).
Pemanfaatkan CPO sebagai bahan baku biodiesel sudah dilakukan Malaysia pada Juni 2006.
BACA JUGA:Ombudsman Bengkulu Terima 102 Laporan, Sektor Ini Paling Banyak Dikeluhkan Masyarakat, Ada Pungli
Pengembangan industri berbasis CPO ini, selainn diarahkan untuk menghasilan produk pangan seperti minyak goreng, margarin, shortening, cocoa butter subtitue (CBS) dan vegetable ghee, juga diarahkan untuk menghasilkan produk non pangan seperti industri oleo kimia primeter dan turuan lainnya yakni surfaktan, kosmentika, farmasi dan bioenergi.
BACA JUGA:2 Pelaku Pencurian Sepeda Motor Mantan Kades Dibekuk Tim Totaici
Di Indonesia, industri pengeolahan pangan berbagai CPO yang banyak adalah industri yang menghasilkan minyak goreng sawit (MGS), margarin dan shortening.
Dalam hal ini, Pemerintah Indonesia memanfaatkan perkebunan kelapa sawit dan industri CPO sebagai alat untuk meningkartkan kondisi sosial-ekonomi masyarakat pedesaan melalui berbagai penerapan operasi/program inti-plasma.
BACA JUGA:Penggunaan BBM Bersubsidi Diperketat: Wajib MyPertamina, Tak Boleh Pindah-pindah SPBU, Spekulan Merana
"Ketika harga minyak bumi dunia meningkat, maka banyak negara yang memanfaatkan CPO sebagai bahan baku dari bahan bakar subsitusi sebagai biodiesel," imbuh Sri dalam artikelnya.
Kondisi ini mendukung berbagai target penggunaan biodiesel sebagai alternatif pengganti energi fosil.
BACA JUGA:Kalender Pendidikan 2022/2023: Berikut Jadwal USBK, PPDB Hingga Hari Libur Pelajar Tahun 2023
Pemerintah Indonesia telah mengeluarkan sejumlah perangkat peraturan atau regulasi untuk mendukung kebijakan pengembangan biodiesel.
Diantaranya Perpres Nomor 5 Tahun 2006 tentang kebijakan energi nasional, disusul Inpres Nomor 1 Tahun 2006 tentang pemanfaatkan bahan bakar nabati.
BACA JUGA:Apakah Anda Terdaftar Sebagai Pendukung Balon DPD? Cek di Sini
Bahkan pemerintah juga telah menetapkan SNI 04-7182-2006 tentang standar biodiesel nasional.
Seiiring dengan kebangkitan energi nasional tahun 20026 yang merupakan gerakan mencari alternatif energi terbarukan sebagai dampak dari naiknya harga BBM dunia, Dirjen Migas telah mengeluarkan keputusan Nomo 3675K/DJM/2006 yang memberikan izin pencampuran biodiesel pada solat maksimun 10 persen.
BACA JUGA:Kotoran Sapi Bisa Hasilkan Uang? Bisa!!! Nih Buktinya
Hal ini menetapkan target 10 persen BBM-nya digantikan dengan biodiesel.
Data lain menunjukan bahwa saat ini kebutuhan solar nasional adalah sebesar 27 miliar liter per tahun. Hal ini berarti bahwa CPO dapat mensubstitusi 10 persen kebutuhan soal nasional.
BACA JUGA:Sadis...2 Warga Seluma Dikeroyok Oknum Aparat Hingga Pingsan
Subsitusi 10 persen kebutuhan soal ini berimplikasi terhadap ketersediaan CPO sebagai bahan baku pangan.
Dengan terus meningkatnya kebutuhan solar sebagai bahan baku untuk bahan bakar, maka kebutuhan CPO sebagai bahan baku untuk bahan bakar juga terus meningkat.
BACA JUGA:Telat Bayar Pajak Kendaraan? Begini Cara Menghitung Dendanya
Dengan terus naiknya harga BBM tentu akan meningkatkan permintaan untuk biofuels seperti biodiesel yang memanfaatkan tumbuhan sebagai bahan baku, seperti kelapa sawit.
Pada tahun 2002, produksi biodiesel dunia sekitar 1,664 miliar galon.
BACA JUGA:Ini 9 Penyebab PPK, PPS, KPPS dan Pantarlih Pemilu 2024 Diberhentikan
Tahun 2005 telah meningkat menjadi 2,880 miliar galon dan pada tahun 2008 mencapai 8.000 miliar galon atau rata-rata naik 39,25 persen per tahun.
Oleh karena sebagian biodiesel dihasilkan dari CPO, maka kenaikan produksi biodiesel akan menyebabkan permintaan CPO dunia akan meningkat.
BACA JUGA:KPU dan Bawaslu Siapkan Santunan Badan Adhoc Pemilu 2024, Luka Sedang Saja Dapat Bantuan
"Meningkatnya permintaan CPI inilah yang bisa berpengaruh pada ketersediaan CPO untuk minyak goreng," ungkap Sri.
Sri menambahkan, harga CPO dari tahun ke tahun terus meningkat.
Rerata kenaikan harg ekspor CPO yang tinggi ini diduga karena berhubungan dengan kenaikan harga BBM yang tinggi pada periode 1998-2002 ketiga harga BBM meningkat 8,4 persen per tahun.
BACA JUGA:Warga di Bengkulu Portal Jembatan, Kendaraan Berat Dilarang Lewat, Ini Sebabnya
Periode tahun 2003-2007 kembali terjadi kenaikan harga BBM yang sangat tinggi sebesar 21,2 persen per tahun.
Hal ini tentu akan berpengaruh terhadap harga ekspor CPO karena adanya kenaikan permintaan CPO untuk biodiesel.
BACA JUGA:Harga Pupuk Naik Petani di Bengkulu Menjerit, Tak Tanggung Tanggung Segini Kenaikan Harganya
"Dengan kenaikan harga CPO diduga juga akan berakibat pada kenaikan harga minyak goreng sawit maupun harga minyak goreng kelapa," sebutnya.
Kenaikan minyak goreng ini, selain disebabkan permintaan minyak goreng yang meningkat sebagai akibat meningkatnya jumlah penduduk dan pendapatan, juga diduga disebabkan persaingan bahan baku CPO untuk bahan bakar terhadap CPO sebagai bahan baku untuk minyak goreng. (**)
Sumber: